Dalam surah Al-Baqarah Allah SWT telah memperlihatkan kesombongan Iblis atas ketidak patuhan memenuhi perintah sujud sebagai wujud penghormatan terhadap Adam (Al-Baqarah: 34). Pada Surah Al-Hijr (15) ayat ke 39 Iblis secara terang-terangan mendeklarasikan permusuhan terhadap manusia sejak dikeluarkan dirinya dari Surga sampai hari Kiamat kelak. Kemudian ditegaskan kembali dalam surah Shaad (38) ayat 82.
QS. Al-Hijr (15): 39
“Iblis berkata: Wahai Tuhanku, Sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, maka pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”
Pernyataan Iblis ini menunjukkan langkah yang ia lakukan untuk menyesatkan manusia, yaitu dengan membuat pandangan manusia terhadap kemaksiatan, kebathilan itu terasa baik dan menjadi seolah-olah bukan kemaksiatan atau kebathilan lagi. Artinya manusia tidak dapat membedakan lagi mana yang bathil mana yang haq, mana yang maksiat mana yang kebaikan. Semua nampak baik dimata manusia.
Bila langkah ini berhasil dilakukan maka dapat dipastikan bahwa manusia tersesat sama halnya dengan dirinya.
Namun di ayat berikutnya, ayat 40, Iblis menyatakan:
“Kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka”*
Dalam ayat yang ke 40 ini Iblis secara implisit menyatakan bahwa ia mampu menyesatkan semua golongan manusia. Ia mampu menyesatkan golongan orang cerdik pandai, mampu menyesatkan golongan orang yang ahli ibadah, mampu menyesatkan golongan orang-orang kaya, orang miskin, orang kota, orang desa, semua golongan manusia mampu ia sesatkan. Dan secara eksplisit ia menyatakan bahwa dirinya tidak mampu menyesatkan satu golongan manusia, yaitu golongan orang-orang yang ikhlas.
Ikhlas merupakan perkara yang rumit dijelaskan apalagi dalam prakteknya dalam kehidupan sehari-hari, karena seseorang melakukan suatu perbuatan apakah dia ikhlas atau tidak ikhlas yang tahu hanya dirinya sendiri dan sang khalik.
Namun satu hal yang dapat dipastikan tentang ikhlas ini, bahwa ikhlas pasti kaitannya dengan perbuatan baik, ibadah, dan tidak ada ikhlas dalam perbuatan kemaksiatan atau kebathilan. Jadi tidak ada ikhlas dalam memberikan khamr kepada pemabuk, walaupun dia “ikhlas” memberikan khamr tersebut, karena khamr dan perbuatan mabuk-mabukan adalah perbuatan bathil.
Ikhlas adalah ruh dari perbuatan baik. Perbuatan baik menjadi tidak bernilai di hadapan Allah SWT manakala tidak disertai niat yang ikhlas. Sampai-sampai dalam Kitab Shahih Bukhari hadits tentang niat (innamal a’maalu binniyah......) berada pada urutan yang pertama dari sekian ribu hadits dalam kitab tersebut, mungkin penyusun melihat begitu pentingnya niat yang ikhlas dalam perbuatan baik.
Oleh karena itu marilah kita tanamkan kesadaran pada diri kita semua akan pentingnya ikhlas ini dan berusaha dengan sekuat tenaga yang kita miliki untuk ikhlas dalam segala perbuatan di kehidupan ini. Kemudian tidak lupa untuk memohon kepada Allah SWT untuk memberikan anugerah rasa ihklas di hati kita semua, Amiin.
(Mulya Asri, 11 Ramadhan 1436 H)
---
* Ada perbedaan penerjemahan dalam Terjemah Qur’an tebitan Depag pada ayat ini.
** Materi ini disadur dari Buku “Rumput Tetangga Tidak Lebih Hijau” Karya Nur Khalis Huda.
0 comments